Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia. Dengan memiliki tubuh yang sehat setiap orang dapat bekerja dengan optimal dalam memenuhi tujuan dari kehidupannya. Namun untuk mendapatkan kualitas kesehatan yang baik, bukanlah sesuatu yang mudah bagi orang miskin. Pelayanan kesehatan, peralatan medis dan obat merupakan perangkat yang cukup mahal bagi kaum miskin kota saat sakit. Hal inilah yang membuat dokter Lo Siauw Ging seorang lulusan kedokteran Universitas Airlangga mengabdikan dirinya bagi kaum miskin kota di Solo. Masyarakat Solo yang plural dan memiliki tingkat ekonomi beragam, membuat sering kali masyarakat miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak berkualitas. Setelah menamatkan dirinya dari pendidikan kedokteran tahun 1963, dokter Lo yang meyakini bahwa kesehatan milik semua orang, mulai pelayanannya dalam bidang medis bagi masyarakat berkekurangan di kota Solo. Ia melayani setiap pasien dengan totalitas, dan bahkan membayar biaya pengobatan bagi pasiennya yang tidak memiliki uang. Ia membayar tagihan obat puluhan juta setiap bulannya, dan menyediakan dana bagi pasien yang mendapatkan perawatan rawat inap di rumah sakit. Bagi masyarakat kota Solo, dokter Lo merupakan dokter yang sopan, rendah hati dan memiliki amal yang tinggi.
PENDAHULUAN
Manusia sebagai individu juga “mengada”. Menjadi diri yang sejati dan otentik bagi manusia adalah panggilan dan tanggung jawab hidupnya. Mehamai diri sebagai mengada adalah tidak mudah. Banyak orang mau untuk berkontribusi terhadap alam semesta, manusia dan ciptaan Tuhan lainnya, sebagai bagian dari kemengadaan dirinya. Namun selalu terjebak pada ego dan arogansi. Seorang filsuf seperti Levinas, mengajak manusia untuk memiliki kesadaran dengan melihat apa yang terjadi apabila kita bertemu dengan orang lain. Ia menunjukkan bahwa data paling dasar dari wawasan manusia bukan cakrawala pengada, melainkan munculnya orang lain di depan kita. Levinas menunjukkan secara fenomenologis bahwa berhadapan dengan sesama kita langsung menyadari diri dipanggil untuk bertanggung jawab atas keselamatannya (Magnis-Suseno, 2005: 274).
Tanggung jawab dan mengambil peran dalam bertanggung jawab adalah bagian yang tidak terpisahkan. Tanggung jawab adalah peran manusia menurut Levinas, sedangakan bertanggung jawab adalah aksi dalama menjalani peran tersebut. Menurut Levinas manusia memahami dirinya secara utuh, apabila ia mau bertanggung jawab terhadap sesamanya. lingkungan dan alam ciptaan lainnya. Tanggung jawab adalah kesadaran diri manusia untukmenjadi diri yang autentik.
Permasalahannya, saat ini dunia telah masuk dalam era pasca kebenaran. Banyak individu menjalani profesi sebagai bentuk transaksional ekonomi. Tidak ada tanggung jawab dalam menjalani profesi, dan bahkan paling parah adalah mengambil keuntungan ekonomisyang sangat besar dari profesinya, tanpa memperhatikan kelangsungan manusia lainnya. Hal ini membuat manusia menjadi homo homini lupus. Kondisi dimana manusia saling berkompetisi dan membunuh. Hak Alamiah (Ius Naturale, Right of Nature) berarti semua manusia berhak mempertahankan hidup, dan oleh sebab itu bebas melakukan apa saja untuk mempertahankan hidup itu (Hobbes, 1974). Pada masa ini, tidak memungkinkan adanya seorang pahlawan bagi orang lain dan banyak orang. Tidak ada individu yang mau mengorbankan dirinya bagi orang lain, atau kebaikan dunia ini.
Melihat kondisi itu, maka mencari tahu dan menceritakan kembali tentang individu-individu yang tetap bertanggung jawab dalam berbagai waktu adalah sangat penting. Individu-individu ini merupakan penolong dan pahlawan bagi individu lainnya. Dari sikap hidup merekalah dunia akan dipengaruhi dan menjadi lebih baik.
Salah satu orang biasa yang menjadi orang bertanggung jawab dalam menjalani kesadaran diri dan profesinya adalah dokter Lo Siauw Ging. Dokter Lo Siauw Ging lahir pada tahun 1934 dan memiliki orang tua berprofesi sebagai pengusaha tembakau di Magelang. Saat mengeyam pendidikan Sekolah Menengah Atas dokter Lo pindah ke kota Semarang, untuk mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas. Ayahnya yang bernama Lo Bian Tijang dan ibunya bernama Liem Hwat Nio merupakan sosok yang berperan besar dalam memberikan nilai positif bagi dokter Lo. Ayahnya selalu menekankan ke Lo kecil bahwa menjadi dokter bukanlah untuk memperoleh uang yang banyak, tapi untuk membantu manusia lain yang membutuhkan. Bagi ayahnya, dokter dan bisnis merupakan dua hal yang berbeda. Hal inilah yang membuat dokter Lo setelah menamatkan masa Sekolah Menengah Atas di Semarang, ia melanjutkan sekolah kedokteran di Universitas Airlangga Surabaya.
Setelah lulus dari fakultas kedokteran Universitas Airlangga, maka pada tahun 1963 Lo menjadi seorang dokter. Ia bekerja pertama kali sebagai dokter di poliklinik Tsi Sheng Yuan berlokasi di Solo milik dokter Oen Boen Ing, seorang dokter pribadi istana Mangkunegaran dan membantu perjuangan Indonesia saat masa revolusi. Dalam pelayanannya di poliklinik ini,dokter Lo semakin banyak bertemu dengan kaum miskin papah yang membutuhkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik. Dokter Lo belajar dari seniornya dokter Oen, untuk terus melayani masyarakat secara optimal, tanpa melihat latar belakang mereka.
Kota Solo tempat pelayanan dokter Lo merupakan sebuah kota yang majemuk. Kehidupan sosial di kota ini memiliki keragaman kelompok etnis, suku, agama dan kelas sosial. Solo merupakan pusat dari Kasunanan dan Mangkunegaran Surakarta. Di kota ini banyak terdapat kelompok etnis pendatang seperti Arab dan Tionghoa. Kedua kelompok etnis ini memiliki kontribusi besar bagi ekonomi kota Solo. Kelompok masyarakat Arab memiliki pusat di sekitar pasar Kliwon ke selatan. Sedangkan kelompok masyarakat Tionghoa berada disekitar pasar Gede. Selain keberagaman etnis, kota Solo juga memiliki beragam kelas sosial. Ada beberapa kelas sosial di kota Solo, yakni kelompok Raja Kasunanan dan Adipati Mangkunegaran serta keluarganya, kelompok abdi dalem (pejabat kerajaan), kelompok rakyat biasa, dan kelompok orang asing. Antar kelompok ini sering bertemu dalam ruang sosial dan ekonomi, serta membentuk perilaku hubungan antar kelompok yang berbeda. Pada tahun sekitar 1918 hingga 1966 kota Solo kerap di ditimpa bencana banjir besar, akibat dari meluapnya sungai Bengawan Solo. Banjir besar ini menyebabkan banyak permasalahan muncul, dari masalah ekonomi, sosial, hingga kesehatan. Pada tahun 1951, kota Solo melakukan pembersihan besar-besaran dengan merelokasi pemukiman liar dari dalam kota ke pinggiran Bengawan Solo. Tujuan dari relokasi ini adalah pembersihan kota, dan mendirikan beberapa fasilitas sosial ekonomi, seperti pertokoan, pasar, dan gedung lainnya. Hal ini membuat daerah sekitar Bengawan Solo yang dahulunya kosong, menjadi padat dengan pemukiman penduduk. Solo menjadi majemuk dengan aktivitas manusia, ekonomi, lingkungan hingga masalah kesehatan.
Dokter Lo mengabdi secara optimal di Kota Solo. Ia merawat dan mengobati pasiennya tanpa menetapkan tarif, bahkan banyak pasiennya yang tidak mampu, tidak ia bebani biaya pengobatan. Dengan biaya tarif pengobatan yang terjangkau dan cenderung gratis bagi masyarakat yang berkekurangan, tidak membuat kualitas pelayanan dokter Lo menurun. Ia tidak menetapkan standar pelayanan yang berbeda antara pasien mampu dan tidak mampu. Dokter Lo terkenal dengan diagnosa terhadap penyakit yang diidap pasiennya secara tepat. Ia tidak salah dalam melakukan diganosa dan selalu memberikan resep obat secara tepat. Halinilah yang mmebuat poliklinik selalu ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan kelompok masyarakat.
Dokter Lo banyak belajar dari dokter Oen. Dokter Oen tidak senang membeda-bedakan pasiennya, dan selalu membiarkan pasiennya membayar secara sukarela di kota uang yang terletak di ruang prakteknya. Dokter Oen yang memiliki semboyan “Tugas seorang dokter adalah menolong,” selalu membuka ruang prakteknya sejak pukul 03.00 WIB (dini hari). Hingga meninggal dunianya dokter Oen ditahun 1982, tampak kehadiran ribuan rakyat kecil yang berdiri di tepi jalan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang telah berjasa memberikan kehidupan yang lebih sehat kepada mereka, di tengah-tengah keberadaan mereka yang serba kekurangan. Bagi dokter Lo, dokter Oen merupakan teladan bagi seorang dokter yang yang memiliki amal tinggi.
Dokter Lo terus melayani secara optimal di poliklinik Tsi Sheng Yuan, hingga rumah poliklinik tersebut berubah nama menjadi Rumah Sakit Panti Konsala pada era Orde Baru, dan selanjutnya berubah nama menjadi Rumah Sakit Dokter Oen. Hingga umur 89 tahun, dokter Lo terus melayani banyak pasien. Menurutnya, seorang dokter hanya akan pensiun, bila sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Untuk itu hingga akhir hayatnya, yakni 9 Januari 2024, dokter Lo terus mengabdikan dirinya bagi ketersediaan pelayanan kesehatan yang optimal untuk masyarakat miskin dan semua kelompok masyarakat.
PEMBAHASAN
Dokter Lo menjaga kualitas pelayanan kesehatan untuk tidak dicampur adukan dengan transaksi ekonomi. Ia mengingat selalu ajaran ayahnya dan teladan seniornya dokter Oen, bahwa menjadi pengusaha dan dokter adalah dua hal yang berbeda. Menjadi pengusaha adalah proses mengumpulkan keuntungan dan kekayaan, sedangkan menjadi dokter yakni memberikan diri untuk melayani setiap manusia dengan kualitas pelayanan yang optimal. Hal inilah yang menjadikan ia tidak pernah mengeluh dalam menjalankan pelayanan sosial yang digelutinya.
Menjadi dokter adalah menjadi penolong bagi orang lain. Itulah visi dari dokter Lo. Hingga masa tuanya, ia masih memegang tongkat penyangga dan berjalan ke ruang prakteknya untuk melayani pasien.
Sebagai seorang dokter, ia selalu memarahi pasiennya yang lupa untuk datang kembali melakukan pemeriksaan, terlambat datang untuk berobat saat sakit dan atau terlambat meminum obat. Menurut ia, kesehatan adalah faktor yang penting untuk menunjang aktivitas manusia. Untuk itu menjaga kesehatan adalah sangat penting bagi setiap individu. Ia selalu menyediakan waktunya untuk melayani pasien yang membutuhkan pertolongan. Selain praktek di rumah sakit, dokter Lo juga dirumahnya, jalan Jagalan nomor 27 kota Solo. Dirumahnya inilah ia mendapatkan pasien hingga 100 orang per hari. Karena ketepatannya dalam melakukan diagnosa penyakit, membuat banyak orang dari berbagai kalangan datang
antri di polikliniknya.
Menurut dokter Lo setiap orang dapat berbuat baik dengan profesinya masing-masing, namun karena ia seorang dokter, maka kebaikan itu ia tebarkan lewat profesinya. “Kebetulan saya dokter. Tapi sebetulnya setiap manusia itu bisa berbuat baik untuk sesama manusia, saya kira sama saja semuanya. Cuma skalanya lain, ada yang kecil ada yang besar. Kalau saya sebagai dokter kebetulan lebih mudah karena pada umumnya soal kesehatan itu banyak dibutuhkan orang,” ujarnya.
Visi pelayanan melampaui sekat sosial
Dokter Lo melayani setiap pasiennya tanpa memandang strata sosial. Ia melayani setiap orang seperti seorang dokter yang profesional. Ia tidak pernah memandang berbeda pasiennya berdasarkan kelompok etnis, agama, dan ekonomi. Pasien ditempat prakteknya tetap melakukan antrian dan mendapatkan kualitas layanan yang sama.
Bagi masyarakat miskin, dokter Lo selalu membantu meringankan beban mereka. Ia memahami bahwa masyarakat papah memiliki kesulitan ekonomi, tapi juga membutuhkan kualitas layanan kesehatan yang prima. Untuk itu dokter Lo selalu memberikan pelayanan gratis bagi kaum miskin. Apabila ada pasiennya dari masyarakat papah yang mamaksa untuk membayar pelayanan dokter Lo, maka ia biasa memarahi mereka. Menurut ia, uang dari kaum papah lebih baik untuk membeli beras, daripada membayar pelayanan yang ia telah berikan. Dokter Lo tidak memiliki apotek. Untuk itu, jika ada pasiennya yang berkekurangan, ia selalu menuliskan resep dengan memo khusus, dan meminta mereka mengambil obat di Apotek Budi Asih. Pasien akan memperoleh obat secara gratis melalui resep dengan memo khusus tersebut. Dan setiap bulannya, Apotek Budi Asih mengirimkan tagihan biaya obat bagi orang-orang tidak mampu tersebut kepada dokter Lo. Tagihan yang dibayar oleh dokter Lo bervariasi, dari ratusan ribu hingga 10 juta per bulan. Menurut dokter Lo, orang tidak mampu pun berhak untuk berobat. Untuk itu kualitas layanan medis dan farmasi yang diberikan pun harus optimal.
Untuk mengetahui masyarakat miskin atau tidak, merupakan sesuatu yang sulit. Untuk itu menurut dokter Lo, ia memberikan kebebasan kepada pasiennya mau bayar atau tidak. Ia lebih mengutamakan kejujuran. Ada juga pasiennya yang pura-pura datang untuk mendapatkan pengobatan gratis. Hal tersebut tidak menjadi persoalan bagi dokter Lo. Ia tetap memberikan pelayanan medis yang optimal, tanpa mencari tahu kemampuan bayar para pasiennya.
Pelayanan yang dilakukan oleh dokter Lo dilihat oleh banyak orang, hingga banyak juga para dermawan yang membantunya dalam pelayanan. Banyak donatur yang tidak menyebutkan namanya, membantu dokter Lo untuk membayar tagihan obat bagi orang-orang tidak mampu. Mereka melihat visi besar dari pelayanan medis dokter Lo. Sikap dan perilaku layanan dokter Lo membuat banyak orang ingin berbagi dan membantu sesama manusia yang lain. Mereka membantu tanpa menyebutkan nama dan identitas mereka.
Pada tahun 1998 kota Solo sangat mencekam. Pada saat itu terjadi kerusuhan besar, yang membuat etnis Tionghoa banyak yang menutup usahanya dan lari untuk mengungsi. Suasana ini tidak membuat dokter Lo menutup tempat prakteknya. Banyak keluarga dan rekanannya yang meminta ia untuk tidak melayani pasien. Namun, dokter Lo marah dan kuatir kalau ada orang sakit yang tidak terlayani pada suasana mencekam tersebut. Maka tempat praktek dokter Lo tetap dibuka dengan dijaga oleh masyarakat sekitar. Masyarakat bahu membahu menjaga dan mengawal tempat praktek dokter Lo.
Masyarakat kota Solo dan sekitarnya mengenal dokter Lo sebagai penolong bagi kaum papah. Ia selalu memberi dirinya bagi siapa pun yang membutuhkan pertolongan medis. Dan jika tidak memiliki uang untuk membeli obat, maka dokter Lo bersedia membantu untuk membayar tagihan obat tersebut. Hal inilah yang membuat dokter Lo selalu dicintai dan dekat dengan masyarakat Solo yang majemuk.
Pelayanan yang dilakukan oleh dokter Lo tidak hanya didengar oleh masyarakat Solodari muluit ke mulut, namun hingga luar kota Solo. Beberapa pasiennya datang jauh dari luar kota Solo, karena mendengarkan kemampuan diagnosa penyakit yang dilakukan oleh dokter Lo. Banyak juga pasien dari kelompok tidak mampu datang dari kota/ kabupaten sekitar Solo, seperti Boyolali, Wonogiri, dan lainnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara optimal dari dokter Lo.
Dokter Lo mengabdikan dirinya bagi masyarakat hingga akhir hayatnya. Saat ia mengalami patah tulang paha, ia masih tetap ke poliklinik dengan kursi roda untuk melayani pasiennya. Dokter Lo meyakini bahwa menjadi seorang dokter adalah panggilan untuk menjadi penolong. Dan ia yakin masih banyak dokter, selain dirinya, yang membantu masyarakat miskin untuk berobat dan mendapatkan kualitas medis yang terbaik.
KESIMPULAN
Dokter Lo menjadi pahlawan dengan menjalani profesinya sebagai seorang dokter secara optimal. Ia memahami bahwa kesadaran akan sebuah profesilah yang membentuk seseorang menjalani profesi itu secara sungguh. Dokter adalah seorang penolong. Untuk itu menjadi penolong tanpa melihat perbedaan merupakan hal baik yang diteladankan oleh dokter Lo semasa hidupnya. Menjadi seorang penolong harus melampaui sekat-sekat sosial. Hal tersebutlah yang memampukan siapa saja menjadi seorang pahlawan, bagi dirinya dalam menjalani visi hidup dan bagi orang lain yang memperoleh layanan visi seorang pahlawan.
REFERENSI
Buku:
- Hobbes, Thomas (1974). Leviathan: the Matter, Form and Power of a Commonwealth, Ecclesiastical and Civil. Harmondsworth, Macpherson, C.B (ed). Penguin Books
- Magnis-Suseno Franz (2005). Pijar-pijar Filsafat. Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Müller ke Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius
- Lo Siauw Ging - Wikipedia, diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Lo_Siaw_Ging
- M Wismabrata, Dokter Lo, dokter kaum papah dari Solo, diunduh dari https://health.kompas.com/read/2015/08/17/121900023/Dokter.Lo.Dokter.Kaum.
(Artikel ini ditulis oleh Ricky Arnold Nggili, dan mejadi bagian dari buku "Belajar Dari Pahlawan Lokal (Learning From Our Local Heroes)," halaman 61-69, diterbitkan oleh Deeppublish, tahun 2024, ISBN 978-623-02-8401-4))
Posting Komentar